Pancarkan.com
AdvertorialBerita UtamaHukumPemerintahanPeristiwa

Diskusikan Pelanggaran HAM di Sahara Barat, PWI Jatim Terima Kunjungan Solidarity Rising

Para pengurus PWI Jatim bersama aktivis HAM internasional Solidarity Rising, Sanna Ghotbi dan Benjamin Ladraa

Surabaya, Pancarkan.com – Jajaran pengurus PWI Jatim menerima kunjungan aktivis Solidarity Rising yang memperjuangkan pelanggaran HAM internasional di koloni terakhir Afrika, yaitu Sahara Barat.

Sanna Ghotbi dan Benjamin Ladraa adalah aktivis pembela Hak Asasi Manusia asal Swedia yang bersepeda keliling dunia untuk meningkatkan kesadaran tentang koloni terakhir Afrika, Sahara Barat. Mereka mulai bersepeda lebih dari satu setengah tahun yang lalu, dan Indonesia adalah negara ke-18 yang mereka singgahi.

Perlu diketahui, Sahara Barat adalah wilayah yang diduduki oleh Maroko sejak tahun 1975. Orang-orang Sahrawi, penduduk asli Sahara Barat, sering menjadi korban pelanggaran HAM berat. Ketika berdemonstrasi damai, mereka akan dipukuli, ditahan, dan disiksa.

“Banyak perempuan yang berpartisipasi dalam demonstrasi mengalami pelecehan seksual oleh polisi dan militer Maroko dan kesulitan mendapatkan sarana dan akses terhadap keadilan,” kata Benjamin Ladraa di PWI Jatim, Rabu (29/11/2023).

Para pengurus PWI Jatim ketika diskusi bersama aktivis HAM internasional Solidarity Rising

Menurut aktivis HAM internasional Solidarity Rising ini, negara Maroko adalah penjajah yang bersekutu dengan Israel dan memperdagangkan informasi intelijen, peralatan mata-mata, dan senjata. Maroko bahkan mengakui pendudukan Israel atas Palestina sebagai imbalan atas pengakuan Israel dan Amerika Serikat atas pendudukan Maroko atas Sahara Barat.

“Sekitar 175.000 pengungsi Sahrawi selama hampir 50 tahun hingga saat ini tinggal di kamp-kamp pengungsian di gurun pasir Aljazair dan bergantung penuh pada bantuan kemanusiaan untuk bisa bertahan hidup. Mereka terpisah dari keluarga mereka di Sahara Barat yang dibatasi oleh tembok terpanjang di dunia, sepanjang 2.700 kilometer dan dipenuhi dengan sekitar 7 juta hingga 10 juta ranjau darat,” ungkapnya.

Benjamin Ladraa ini mengatakan, rezim penjajah Maroko tidak mengizinkan jurnalis asing atau organisasi HAM untuk memasuki wilayah yang diduduki. Hal ini membuat Sahara Barat menjadi salah satu wilayah yang paling sedikit diliput di dunia.

Itulah mengapa Sanna dan Benjamin memutuskan untuk melakukan tur sepeda keliling dunia. Mereka akan menghabiskan waktu lebih dari dua tahun bersepeda sejauh 48.000 kilometer melewati 40 negara, memberikan informasi dan berbicara di depan media, politisi, dan kelompok-kelompok HAM di setiap negara. Di Indonesia, mereka akan bersepeda dari Bali ke kota-kota seperti Surabaya, Yogyakarta, Bandung dan Jakarta.

Sementara itu dalam waktu yang sama, Ketua PWI Jatim Lutfil Hakim mengatakan terimakasih atas kunjungan dan waktunya. Dirinya pun mengatakan akan menyampaikan permasalahan ini kepada Pemerintah Republik Indonesia dan juga delegasi PBB di Indonesia.

“Sesuai dengan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan,” pungkasnya. (riz)

Related posts

Dandim Surabaya Utara Pantau Serbuan Vaksinasi di Baitul Huda

Kajati Bali Sidak Kejari Gianyar, Pastikan Pelayanan Publik dan Keamanan Barang Bukti

agus petisi

Cipkon Mandiri Polsek Pakal Sosialisasi Millenial Road Safety Festival

redaksi