Harga Merosot, Petani Garam Madura Mengadu Gubernur Khofifah

oleh
Petani garam menunjukkan kualitas garam lokal yang masih bagus.

Surabaya, Pancarkan.com – Harga garam yang kian merosot, membuat petani garam di Madura menjerit. Mereka mengadukan nasibnya tersebut ke Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Senin (29/7/2019). Harapannya, agar ada solusi untuk menormalkan kembali harga garam.

“Hari ini, kami menemui gubernur untuk melaporkan yang semakin anjlok. Saat ini, harga garam KW 3 Rp 400, KW 2 Rp 500 dan KW 1 Rp 600 perkilogramnya. Itu pun kalau beli,” kata Ketua Forum Petani Garam Madura (FPGM) Muhammad Yanto kepada wartawan usai pertemuan.

Pihaknya heran dengan anjloknya harga garam ini. Pasalnya tahun 2018, perusahaan pengelola garam masih mengambil harga Rp 1.600 perkilogram.

“Perusahaan pengelola garam hanya menampung garam petani lokal pada hari Senin dan Kamis. Petani yang menjual pun jumlahnya dibatasi, diberi waktu bergiliran jadwal menjualnya,” ungkapnya.

Di lain pihak, pemerintah dinilai tidak memperhatikan regulasi tata niaga garam. Akibatnya, harga garam petani lokal ini murah karena impor.

“Jadi perusahaan pengelola garam ini memasukkan garam impor dan kemudian juga menampung garam lokal meskipun tidak banyak. Sehingga kami sulit membedakan mana yang lokal dan mana yang impor,” jelasnya.

Yanto secara tegas membantah kualitas garam petani lokal tidak memenuhi syarat. Dia mengklaim berani bertanggung jawab kalau garam lokal ini memiliki kualitas yang bagus. Bahkan, garam yang berkualitas bagus tersebut, sempat ditunjukkan kepada gubernur.

“Tadi sudah ditunjukkan oleh Bu Gubernur kalau garam lokal ini bagus. Jangan terkungkung bahasanya importir bahwa kualitasnya rendah. Kami sudah memperbaiki diri dengan menggunakan tekonologi geo membranisasi yang membuat produksi garam petani lokal sudah baik,” tuturnya.

Gubernur Khofifah, lanjutnya, berjanji menjembatani petani garam dan pemerintah pusat. Pada 5 atau 6 Agustus Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Manteri Perekonomian akan datang ke Madura untuk melihat langsung petani garam.

“Yang perlu digaris bawahi kami menyikapi pernyataan pemerintah jika garam impor tidak merembes ke pasar itu tidak benar. Kami tegaskan garam impor itu tidak merembes, tapi tumpah di pasaran,” tegasnya.

Pihaknya berani mengatakan demikian, karena ada perusahaan pengelola garam yang sama sekali tidak pernah menyerap garam lokal tapi dia menjual garam di pasar. “Artinya garam dari mana kalau bukan impor. Ini baru satu perusahaan, belum perusahaan lainnya,” tandasnya.

Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Jatim, Gunawan Saleh mengatakan pada prinsipnya tuntutannya para petani garam ini sama, yakni soal harga garam. Gubernur Khofifah sudah menyampaikan kepada Menko Maritim dan Menteri Perekonomian dalam mengatasi anjloknya garam.

“Ada upaya pemerintah pusat dengan menentukan HPP. Namun, penentuan HPP itu harus mengubah Peraturan Presiden (Perpres) dan harus dimasukkan dalam kebutuhan pokok dan barang penting,” ucapnya.

Dalam waktu dekat, lanjutnya, Gubernur Khofifah memerintahkan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jatim akan mengumpulkan para pemilik perusahaan pengelola garam. Umumnya para pemilik perusahaan pengelola garam ini menolak dengan alasan bermacam-macam.

“Salah satunya ada yang bilang kalau kualitasnya turun. Saya pastikan kalau kualitas garam saat ini bagus. Berbeda dengan tahun 2017 lalu saat harga bagus banyak petani garam yang memanen garam sebelum masa panen. Tapi kalau ditanya terkait penanganan impor, saya tidak bisa jawab. Ini wewenang pusat,” jelasnya.(*)

Reporter : Bambang

No More Posts Available.

No more pages to load.