Pancarkan.com
AdvertorialBerita UtamaPendidikanSeni

Buku Antologi Puisi Pahlawanku Ditulis Anak-anak Jalanan Surabaya

Para penulis anak Sekolah Dasar ketika di Balai Budaya Rakyat

Surabaya, Pancarkan.com – Telah terbit buku kumpulan puisi yang unik, ditulis oleh anak-anak jalanan yang dibina oleh Sanggar Alang Alang asuhan Didit Hape, atau sering dipanggil Mbah Didit. Antologi puisi bertajuk “Pahlawanku” ini diramaikan dengan pembacaan puisi oleh para penulisnya yang mayoritas seusia anak Sekolah Dasar, di Balai Budaya Rakyat, Minggu, (19/11/2023).

Penerbitan buku antologi puisi tersebut dipromotori oleh Krismaryono, mantan reporter RRI Surabaya dan didukung oleh yayasan Swayanaka Indonesia, organisasi non-profit yang bergerak di bidang kesejahteraan anak.

Disamping unjuk karya seni berupa baca puisi dan musik, diramaikan pula dengan Talk Show menghadirkan Didit HP, sang pendiri Sanggar Seni Alang Alang,  dr. Sundari Manopo, Aktifis Peduli Sosial dan Anak, serta founder Swayanaka Indonesia juga penyair Aming Aminoedhin. Talkshow dipandu presenter cilik, Adinda Jasmine.

Kehadiran buku antologi puisi ini tentu menambah jumlah prestasi Sanggar Alang Alang yang selama 25 tahun berkiprah membina anak-anak jalanan, yang biasa mengamen khususnya di daerah sekitar terminal Joyoboyo, Surabaya.

Dari total 120 halaman, berisi karya puisi 19 anak jalanan yang masih bersekolah di SD dan SMP. Juga karya puisi 17 ibu-ibu peserta program BIAN (Bimbingan Ibu Anak Negeri) yang juga dibawah binaan Sanggar Seni Alang Alang.

Para ibu tersebut adalah orangtua dari anggota Sanggar seni tersebut. Samiasih misalnya, merupakan orangtua tunggal dari beberapa anaknya yang tinggal di bekas bangunan trem atau stasun kereta api lama Joyoboyo. Sehari-hari Ning Samsul, panggilan kesehariannya, berjualan kopi, es teh dan sebagainya di kawasan padat penduduk tersebut.

Prestasi lain yang patut dicatat dari Sanggar asuhan mantan reporter TVRI Jatim adalah  prestasi para pengamen jalanan asuhannya  yang tergabung dalam Kelompok Musik Klanting. Para pengamen jalanan yang biasa ngamen di atas bus kota itu pada tahun 2010 berhasil meraih juara pertama dalam program “Indonesia Mencari Bakat versi Trans TV”. Bahkan grup dengan irama khas Keroncong ini sempat menjadi salah satu grup musik favorit dan sering pentas bareng dengan musisi ternama.

Menurut dr. Sundoro Manopo, kehadiran buku antologi puisi ini akan melecut motivasi anak-anak lain untuk berkarya nyata. Dari pengalamannya sebagai aktifis peduli sosial, banyak anak-anak jalanan yang kesulitan mengekspresikan emosi, sehingga bertindak hal-hal yang kurang baik.

Maka melalui buku antologi ini akan menjadi wadah untuk berkreasi. Khusus mengenai judul buku antologi puisi ini, salah satu pendiri Swayanaka Indonesia ini berpendapat bahwa anak-anak jalanan itu sebenarnya adalah pahlawan, dalam lingkup kecil.

“Realitanya, anak-anak jalanan itu mengamen disamping untuk tambahan uang sakunya, namun ada juga yang sebagian diberikan kepada orangtuanya,” ungkapnya.

Menurut Imung Mulyanto, mantan Redaktur Seni Budaya Harian Surabaya Post dan Pimred Arek TV Surabaya, mengamati karya-karya puisi dalam buku antologi ini menyiratkan persepsi anak-anak tentang pahlawan. Bagi mereka, pahlawan adalah orang yang dekat dan berjasa dalam hidupnya. Maka tersebutlah nama ibu, nenek, kakak atau guru.

Tapi yang menarik, nama ayah jarang disebut. Menurut Imung, hal ini bisa dimaklumi karena mayoritas anak-anak Sanggar Alang Alang diasuh oleh orangtua tunggal, bahkan ada yang yatim piatu.

Merunut ke belakang, 25 tahun lalu, H. Didit Hari Purnomo alias Didit Hape, adalah reporter TVRI Surabaya (kini berubah menjadi TVRI Jatim). Setiap pulang kerja, Didit selalu merasa miris dan sedih. Ia banyak meliput anak-anak jalanan yang lari menghindari kejaran petugas Satpol PP, atau jerit tangis para pedagang kaki lima yang mempertahankan rombongnya saat terjadi razia petugas.

Peristiwa itu menggugah kesadaran Didit untuk menolong mereka. Maka sepulang kerja, ia menemui para anak-anak jalanan itu. Mereka biasanya berkumpul di depan teras kantor Organda, di sebelah WC umum. Selang tiga minggu, banyak anak jalanan yang tertarik untuk mendengarkan obrolan dan nasehat Didit.

Maka pada tanggal 16 April 1999, secara resmi Didit mendirikan Sanggar Seni Alang Alang beranggotakan anak-anak jalanan itu. Hal ini diceritakan oleh Bunda Esha, istri Didit Hape, lewat karya puisinya yang menyentuh, Bapak Anak Negeri. Bersama istrinya, Didit bahu membahu membina anak-anak jalanan itu, khususnya di bidang seni.

Perjuangan dan kegigihan Didit Hape selama 25 tahun itu tidak sia-sia. Ratusan trophy dan piagam hasil kejuaraan lomba musik, tari, lukis dan olahraga berjajar rapi di etalase Sanggar. Bahkan 4 orang anak asuhnya sudah bergelar sarjana. Dari anak-anak yang tidak tahu siapa dirinya, sedang berada di mana, dan hendak melangkah ke mana, kini telah  melahirkan anak-anak yang memiliki kesadaran  dan tahu arah tujuan hidup.

Di usianya yang ke-72, fisik alumni Akademi Wartawan Surabaya (sekarang Stikosa-AWS) itu tampak melemah. Ia berjalan tertatih, menggunakan tongkat, dipapah oleh Bunda Esha, istrinya yang setia, menuju panggung.

“Sebaik-baik manusia adalah yang memberi manfaat bagi sesama. Dan saya hanya ingin berbuat baik,” ujar Mbah Didit. Matanya tampak berkaca-kaca menyaksikan anak-anak asuhnya membaca puisi karya mereka sendiri. (riz)

Related posts

Genjot Potensi Lokal, Gandeng Pegiat Medsos

redaksipancarkan

Otak Perampokan Rumah Dinas, Seret Nama Mantan Walikota Blitar

Tiga Pengurus Kota dan Kabupaten Dikukuhkan SMSI Jatim