Surabaya, Pancarkan.com – Sehubungan dengan terdapatnya persoalan sengketa lahan yang terjadi di daerah Semampir. Sejumlah warga di daerah Semampir, Kecamatan Semampir, Kota Surabaya, diketahui sempat mendatangi kantor DPRD Kota untuk membawa kasus alot itu menuju ranah hukum.
Hal itu, juga dibenarkan oleh Baktiono selaku Ketua Komisi C DPRD Kota Surabaya. Dirinya mengungkapkan jika terdapat sejumlah permasalahan terkait sengketa lahan yang dialami oleh para warga dengan salah satu rumah sakit yang berada di daerah tersebut.
“Pengaduan warga yang menempati tanah yang sudah hampir 40 tahun di daerah Semampir, Kecamatan Semampir, di dekat rumah sakit karang tembok. Warga dipermasalahkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur, terutama oleh rumah sakit paru-paru karang tembok,” ucap Baktiono seusai melaksanakan rapat terkait kasus sengketa lahan tersebut di gedung DPRD Kota Surabaya, Kamis (01/12/2022).
Dalam wawancaranya, dirinya juga mengatakan jika rumah sakit tersebut tidak memiliki alasan yang kuat dalam merampas hak tanah milik warga. Mengingat sertifikat hak pakai yang dikeluarkan oleh instansi tersebut juga belum lama keluar.
Para warga juga telah menempati daerah tersebut selama kurang lebih 40 tahun lamanya. Diketahui, sengketa lahan ituĀ juga sempat membawa nama pemerintah provinsi dalam mempertahankan apa yang disebut sebagai salah satu aset miliknya.
“Dari pihak Pemerintah Provinsi, juga sampai ada Kejaksaan Tinggi yang waktu itu ikut pengukuran. Hingga Polisi Pamong Praja yang waktu itu ikut turun ke warga juga dengan memberi surat, dengan alasan menyelamatkan aset tanah milik Pemerintah Provinsi Jatim,” sambungnya.
Oleh karena itu, Komisi C DPRD Kota Surabaya sempat mengundang sejumlah perwakilan dari para warga dan pihak rumah sakit guna menyelesaikan kasus tersebut. Sayangnya, sejumlah perwakilan yang hadir dalam rapat yang dilaksanakan pada siang hari itu hanya mendatangkan beberapa pihak dari warga, dan sejumlah pihak dari rumah sakit karang tembok tidak terlihat menghadiri rapat tersebut.
“Kami sangat menyayangkan hal ini. Terlebih lagi untuk mencari solusi secara kekeluargaan bagi warga Kota Surabaya. Dari dinas atau rumah sakit Pemerintah Provinsi Jatim tidak hadir, terutama rumah sakit karang tembok,” terang Ketua Komisi C tersebut.
Baktiono kemudian sempat menyebutkan jika kejadian tersebut pada awalnya tidak perlu terjadi, mengingat wilayah kekuasaan Gubernur Provinsi Jawa Timur sendiriĀ yang cukup luas. Ia kemudian berpendapat jika para warga pada dasarnya memiliki hak untuk memiliki tanah tersebut sesuai dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 terkait Undang-undang Pokok Agraria.
“Seharusnya, kalau hanya 10 orang yang ada di wilayah situ dan menempati secara terus-menerus serta memenuhi persyaratan sesuai dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang-undang Pokok Agraria, maka warga itu paling berhak, karena itu adalah tanah negara,” tegas Baktiono.
“Kalau sama-sama tidak mempunyai hak, kan siapa yang lebih dahulu menempati di situ. kalau Simbadda itu kan dimulai sejak tahun 2008 dan memasukkan daftar aset informasi dari warga sejak tahun 2018, kan baru-baru saja. Oleh karena itu ini perlu dikaji ulang,” tandas Baktiono, selaku Ketua Komisi C DPRD Kota Surabaya. (bar)
Reporter: Akbar Akeyla Daniswara
Editor: Rizal