MUI Surabaya Imbau Masyarakat Tetap Optimis dan Aktif Melaksanakan Qurban

oleh
Narasumber sosialisasi Fatwa MUI No 32/2022 di Aula Masjid Rahmat Surabaya

Surabaya, Pancarkan.com-Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang terdapat pada hewan ternak menjadi perhatian masyarakat, penyakit tersebut di kawatirkan dapat berdampak pada kualitas daging saat di konsumsi. MUI Kota Surabaya sosialisasi Fatwa nomor 32/2022 tentang hukum dan panduan pelaksanan ibadah qurban saat wabah PMK, yang digelar di Aula Masjid Rahmat Jl. Kembang Kuning No 79-81 Surabaya, Rabu (15/6/2022).

Hadir dalam kegiatan sosialisasi Fatwa MUI, Ketua Umum MUI Kota Surabaya KH. Muhith Murtadlo, Sekertaris Umum MUI Kota Surabaya KH. Drs. Muhaimin Ali, Sekertaris Harian MUI Kota Surabaya KH. Drs. Sodiqun A Karim SH, M.Kn, dan sebagai narasumber pada acara tersebut Ketua Komisi Fatwa MUI Surabaya KH. Abdul Wahid Al Faizin M.Ei, Kepala Dinas Peternakan Pemprov Jatim Drh. Juliani Poliswari MM, Kepala Dinas Peternakan Pemkot Surabaya Drh. Sunarno Aristono, dengan total peserta 125 orang diantaranya Ketua MUI Kecamatan se Kota Surabaya bersama pengurus/takmir masjid.

Ketua Komisi Fatwa MUI Surabaya KH. Abdul Wahid Al Faizin M.Ei, menjelaskan, Fatwa MUI Nomor 32/2022 tentang hukum dan panduan pelaksanaan ibadah kurban. Ada empat hewan yang cacat dan tidak boleh dijadikan hewan qurban, hewan yang matanya buta sebelah, sakit sangat jelas, pincang (termasuk ketika di turunkan dari truk dan termasuk ketika dirobohkan mau disembelih), yang sangat kurus.

Ketua MUI Kecamatan bersama para takmir masjid se Kota Surabaya

Selain itu, Ulama sepakat boleh kurban dengan hewan yang tidak bertanduk, bahkan beberapa ulama ada yang mengatakan hewan yang bertanduk jika tanduknya pecah sah dijadikan hewan kurban. Fatwa MUI terkait hewan yang cacat karena penyakit ada dua, yang kategori ringan seperti tanduknya pecah atau sakit yang tidak mengurangi kualitas daging maka hewan itu sah, ini yang menjadi dasar Fatwa MUI No 32 tentang PMK yang gejala ringan.

“Terkait penyakit mulut dan kuku, menurut Fatwa MUI No 32/ 2022 hewan yang terkena penyakit PMK kalau gejalanya ringan boleh di jadikan kurban jika tidak mengurangi kualitas daging memperbolehkan,” ujarnya.

Selanjutnya penjelasan juga disampaikan oleh, Dinas Peternakan Propinsi Jatim Drh. Juliani Poliswari MM, kebijakan pemotongan hewan pada wabah PMK bahwa penyakit itu tidak menular kepada manusia tidak perlu takut tapi waspada, untuk daging dan susunya boleh di konsumsi dengan proses pemasakan.

“Jadi untuk kegiatan pemotongan hewan kurban itu, jadi kalau semestinya kalau pemotongan hewan biasa harus di RPH dasarnya UU no 18 tahun 2009 jo UU 41 tahun 2014 tentang peternakan dan kesehatan hewan, juga ada peraturan pemerintah (PP), permentan, yang utamanya permentan 114 tentang pemotongan hewan kurban itu kalau keadaan normal,” paparnya.

Menurut UU tersebut, pemotongan hewan yang dagingnya diedarkan harus dilakukan di rumah potong dan mengikuti cara penyembelihan yang memenuhi badan kesehatan masyarakat dan kesejahteraan hewan, ketentuan dikecualikan untuk pemotongan hari agama boleh di tempat yang di tunjuk tapi sesuai aturan dari SE Mentan no 3 tahun 2022 harus ijin atau sepengetahuan ke kota Surabaya.

“Tujuannya adalah untuk pengawasan apabila terjadi apa apa tapi kita tidak minta, kita sudah priper dulu, jadi harus lapor ke dinas kota Surabaya,” kata Juliani.

Juliani menyebut, bahwa penyakit mulut dan kuku merupakan penyakit hewan yang cepat menular, menyerang hewan yang berkuku belah seperti sapi, kambing dan babi, dan berdasarkan pada sifat penyakit yang menyebabkan kerugiannya ekonomi yang luar biasa, sementara Surabaya adalah daerah tertular dan daerah wabah ada di Sidoarjo, Gresik, Kabupaten Mojokerto dan Lamongan.

Selanjutnya, Dinas Peternakan Kota Surabaya menerangkan, terkait kebijakan di Kota Surabaya ada sedikit pengaturan, dengan mengimbau pedagang hewan di Surabaya buka lapaknya H-14 supaya ketika masuk kota Surabaya pada saat disembelih nanti tidak ada gejala sakit.

“Kalau bapak membeli sapi sendiri di luar kota harap dilihat dari segi administrasinya, yaitu surat suratnya karena sekarang ini ada penyekatan penyekatan di perbatasan yang di lihat surat legalitas bukan sapi curian, surat keterangan sehat (SKKH) dari dinas peternakan asal, kemudian surat rekom dari daerah penerima,” terang Drh. Sunarno Aristono.

Ditemui usai acara, Ketua Umum MUI Surabaya KH. Muhith Murtadlo melalui Sekertaris Umum KH. Muhaimin Ali, menyampaikan, bahwa Majelis Ulama Indonesia Kota Surabaya menggelar sosialisasi Fatwa MUI nomor 32 tentang wabah penyakit PMK. Sementara pantauan dari MUI Surabaya untuk hewan hewan kurban di Surabaya penyakit mulut dan kuku masih belum membahayakan.

Menurutnya, animo masyarakat dalam berkurban di Surabaya masih sangat tinggi, karena masyarakat disini masyarakat reaktif produktif dan tingkat kepedulian sosialnya juga sangat tinggi, tetapi dengan dampak ini ada sedikit kekawatiran sehingga kami mengadakan kegiatan ini agar masyarakat yang semula ada rasa kawatir dapat kembali pulih karena sudah jelas dalam pembelian hewan kurban itu mana yang bisa dibeli dan layak dijadikan hewan kurban, yaitu dari sisi kesehatan terkait penyakit itu.

“Kami selaku MUI Kota Surabaya mengimbau masyarakat untuk tetap optimis dan aktif di dalam memasyarakatkan warganya untuk berkurban karena hukumnya adalah sunnah muakad dan cuma satu tahun sekali, namun tetap memperhatikan hal hal yang telah di sampaikan oleh dinas peternakan maupun Fatwa MUI yang tertera didalam Nomor 32/2022 karena penting sekali menyangkut keabsahan syar’inya juga menyangkut masalah kesehatan warga masyarakat, sekali lagi masyarakat tidak perlu cemas karena sudah dijelaskan secara detail melalui acara ini,” tegasnya. (bah)

 

No More Posts Available.

No more pages to load.