Waspada Adu Domba Antar Lembaga Pemberantasan Korupsi

oleh
Suparji Ahmad, Guru Besar Hukum Pidana

Perpres 122 Tahun 2024 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Polri, mengamanatkan pembentukan Korps Pemberantasan Korupsi di lingkungan Polri. Ada pemberitaan di media bahwa Korps tersebut merupakan lembaga yang dibentuk untuk menyaingi KPK dan Kejaksaan.

Atas komentar-komentar tersebut Suparji Ahmad, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Al Azhar, berpendapat bahwa tidak ada masalah dengan pembentukan lembaga tersebut, konteknya korupsi harus diberantas bersama-sama antara Kejaksaan, Polri dan KPK.

Lebih lanjut, Suparji berkomentar bahwa: konsep pembentukan banyak jenis penyidik dan penyidikan ( bersifat spesialis)  dari berbagai  instansi/lembaga pemerintah adalah sesuai dengan perkembangan hukum dan perkembangan kejahatan. Dan, kejahatan yang terjadi saat ini dan kedepannya, sudah tidak mungkin hanya ditangani oleh satu lembaga penyidikan.

Dalam kerjanya lembaga-lembaga  penyidik sebagai salah satu sub sistem dari Intgrated Criminal Justice System tidak boleh lagi tersekat berdasarkan prinsip deferensiasi fungsional ala KUHAP.

Misalnya saja, hubungan penyidik dengan Jaksa Penuntut Umum yang selama ini tersekat dengan lembaga prapenuntutan,  maka ke depannya tidak begitu lagi, mereka berada dalam satu kesatuan kerja, tidak ada lagi penyidik menerima P18/P19 atau P21 dari Penuntut Umum, yang ada adalah kerja bareng sejak Surat Pemberitahuan dimulainya penyidikan, persidangan dan eksekusi.

“Itulah yang menurut saya tepat, yaitu penegakan hukum pidana yang integralistik berdasarkan Pancasila,” ujar Suparji.

Isu lain juga muncul di media sosial terkait Jaksa Agung dilaporkan ke KPK karena masalah data pribadi, tanda tangan dan data pernikahan. Menurut Suparji, Itu adalah isu lama yang sudah terklarifikasi.

Bahkan menurut Suparji, pelaporan ke KPK adalah aneh, masak lembaga pemberantasan korupsi diminta mengurusi masalah tersebut, ya jadinya seperti Disdukcapil dan pengadilan agama.

“Itulah adu domba antar lembaga pemberantasan korupsi,” kata Suparji.

Untuk masalah hidup mewah dan LHKPN, maka Suparji masih meyakini bahwa Jaksa Agung Burhanuddin masih on the track. Untuk itu, dapat diyakini pasti tidak seperti yang dilaporkan.

Bahkan, disinyalir ada pihak-pihak yang berkepentingan menggunakan tangan pihak lain untuk membunuh karakter Jaksa Agung Burhanuddin, ya, untuk saat ini kepentingannya adalah  jabatan Jaksa Agung.

Menurut Suparji, Jaksa Agung Burhanuddin dapat buktikan bahwa selama lima tahun kepemimpinan bisa membawa lembaga kejaksaan menjadi lebih baik dan lebih dipercaya publik daripada tahun tahun sebelum kepemimpinannya.

“Untuk pemberantasan korupsi yang dilakukannya, masyarakat layak untuk memberikan apresiasi,” katanya.

Terakhir, Suparji berharap spekulasi-spekulasi atas upaya koruptor dengan mengadu domba antar lembaga pemberantasan korupsi, semestinya tidak dihentikan dan tidak perlu ditanggapi secara serius.

 

No More Posts Available.

No more pages to load.